Kepanikan dirasakan Ibu Hartinah (39 thn) ketika bencana banjir melanda Kabupaten Konawe pada tahun 2019. Tempat tinggal ibu satu anak ini berada di Desa Lalonggotomi, Kecamatan Pondidaha, yang terkena dampak banjir cukup parah. Dan, kehamilan Bu Hartinah yang memasuki usia delapan (8) bulan tetiba mengalami gangguan. Kaki yang membengkak pada kehamilan di trimester ketiga membuatnya harus segera mendapat pertolongan dokter. Namun, daerah yang terisolir banjir itu tidak memiliki bidan atau tenaga kesehatan lainnya. Untuk mencapai rumah sakit terdekat, RSUD Kabupaten Konawe, Kecamatan Unaaha, Kabupaten Konawe, terpaut 40 kilometer jauhnya.
Keterbatasan alat transportasi memupus harapan seorang ibu kelahiran Ciamis itu untuk segera memeriksakan keadaan diri dan anak yang dikandungnya. Tanah yang berlapis lumpur tebal dan tekstur tanah yang tidak rata hanya dapat dilewati dengan akses mobil double cabin.
Kemudian, bagai pucuk yang layu disiram hujan, Badan SAR Nasional (BASARNAS) hadir dengan helikopter ke posko pengungsian di desa sebelah, Desa Ahuawatu, Kecamatan Pondidaha. Ditemani suami dan Pak Cecep sebagai pilot, Ibu Hartinah diterbangkan ke Kantor Bupati Konawe dengan helikopter. Dilanjutkan dengan menempuh perjalanan sejauh 6 kilometer ke rumah sakit menggunakan ambulans. Dengan segera, perempuan yang akrab disapa Bu Ani memeriksakan keadaan kandungannya. Sebulan kemudian, lahirlah anak bernama Muhammad Cecep Heliawan. Nama tersebut berasal dari nama pilot dan helikopter yang terbang di atas awan, yang menjadi sejarah masa kehamilannya.
Dikutip dari Antaranews, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan daerah Konawe mengalami dampak bencana Hidrometeorologi, curah hujan yang tinggi, dan topografinya berada di daerah lembah, sehingga berpotensi tinggi terjadinya banjir dan tanah longsor, bahkan hingga kurun waktu 38-70 hari lamanya.
Berlatar belakang kisah Bu Ani dan berita dari Antara, Muhammad Agus, Ketua NU Care-LAZISNU Kabupaten Konawe menuturkan beberapa hal terkait kebutuhan dalam penanganan bencana. Disampaikan Pak Agus, banjir terparah terjadi pada tahun 2019. Kala itu air mencapai ketinggian hingga 2 meter dan merendam sebagian besar rumah warga. Ada 4 tempat yang terdampak paling besar; Desa Waworaha, Desa Ambulanu, Kecamatan Latoma, dan Kecamatan Asinua. Namun, hingga dua minggu berlalu, daerah tersebut tidak mendapat bantuan bahan pangan ataupun bantuan lainnya.
Bukan karena kurangnya bantuan yang datang. Melainkan armada yang terbatas untuk sampai ke lokasi bencana.
“Harus pakai mobil mobil double cabin. Mobil biasa nggak tembus (medan). Kita nggak punya, dan kalau sewa lebih kurang Rp 1.200.000 sampai 1.500.000-an per hari,” keluh Pak Agus ketika diwawancarai Tim NU Care-LAZISNU Pusat melalui Zoom, pada 31 Agustus 2021.
Hal ini menjadikan mobil double cabin menjadi hal yang urgen ketika terjadinya bencana. Ketiadaannya akan menghambat proses evakuasi dan pengiriman bantuan untuk masyarakat terdampak bencana.
Sebagai saudara setanah air, tentu ini adalah problem yang perlu kita temukan solusinya bersama. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Mari membersamai perjuangan masyarakat Konawe dengan membantu pengadaan mobil double cabin untuk pendistribusian bantuan ke daerah terpencil, seperti Kecamatan Latoma, Asinua, dan Kecamatan Routa.
Melalui halaman galang dana ini, #SahabatPeduli semua dapat membantu masyarakat Konawe, dengan cara:
Penulis: Zahra
Editor: Wahyu Noerhadi
Kebutuhan Dana 450.000.000
Dana Terkumpul 9.801.199
Donatur
0 Hari lagi
Kepanikan dirasakan Ibu Hartinah (39 thn) ketika bencana banjir melanda Kabupaten Konawe pada tahun 2019. Tempat tinggal ibu satu anak ini berada di Desa Lalonggotomi, Kecamatan Pondidaha, yang terkena dampak banjir cukup parah. Dan, kehamilan Bu Hartinah yang memasuki usia delapan (8) bulan tetiba mengalami gangguan. Kaki yang membengkak pada kehamilan di trimester ketiga membuatnya harus segera mendapat pertolongan dokter. Namun, daerah yang terisolir banjir itu tidak memiliki bidan atau tenaga kesehatan lainnya. Untuk mencapai rumah sakit terdekat, RSUD Kabupaten Konawe, Kecamatan Unaaha, Kabupaten Konawe, terpaut 40 kilometer jauhnya.
Keterbatasan alat transportasi memupus harapan seorang ibu kelahiran Ciamis itu untuk segera memeriksakan keadaan diri dan anak yang dikandungnya. Tanah yang berlapis lumpur tebal dan tekstur tanah yang tidak rata hanya dapat dilewati dengan akses mobil double cabin.
Kemudian, bagai pucuk yang layu disiram hujan, Badan SAR Nasional (BASARNAS) hadir dengan helikopter ke posko pengungsian di desa sebelah, Desa Ahuawatu, Kecamatan Pondidaha. Ditemani suami dan Pak Cecep sebagai pilot, Ibu Hartinah diterbangkan ke Kantor Bupati Konawe dengan helikopter. Dilanjutkan dengan menempuh perjalanan sejauh 6 kilometer ke rumah sakit menggunakan ambulans. Dengan segera, perempuan yang akrab disapa Bu Ani memeriksakan keadaan kandungannya. Sebulan kemudian, lahirlah anak bernama Muhammad Cecep Heliawan. Nama tersebut berasal dari nama pilot dan helikopter yang terbang di atas awan, yang menjadi sejarah masa kehamilannya.
Dikutip dari Antaranews, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) menyampaikan daerah Konawe mengalami dampak bencana Hidrometeorologi, curah hujan yang tinggi, dan topografinya berada di daerah lembah, sehingga berpotensi tinggi terjadinya banjir dan tanah longsor, bahkan hingga kurun waktu 38-70 hari lamanya.
Berlatar belakang kisah Bu Ani dan berita dari Antara, Muhammad Agus, Ketua NU Care-LAZISNU Kabupaten Konawe menuturkan beberapa hal terkait kebutuhan dalam penanganan bencana. Disampaikan Pak Agus, banjir terparah terjadi pada tahun 2019. Kala itu air mencapai ketinggian hingga 2 meter dan merendam sebagian besar rumah warga. Ada 4 tempat yang terdampak paling besar; Desa Waworaha, Desa Ambulanu, Kecamatan Latoma, dan Kecamatan Asinua. Namun, hingga dua minggu berlalu, daerah tersebut tidak mendapat bantuan bahan pangan ataupun bantuan lainnya.
Bukan karena kurangnya bantuan yang datang. Melainkan armada yang terbatas untuk sampai ke lokasi bencana.
“Harus pakai mobil mobil double cabin. Mobil biasa nggak tembus (medan). Kita nggak punya, dan kalau sewa lebih kurang Rp 1.200.000 sampai 1.500.000-an per hari,” keluh Pak Agus ketika diwawancarai Tim NU Care-LAZISNU Pusat melalui Zoom, pada 31 Agustus 2021.
Hal ini menjadikan mobil double cabin menjadi hal yang urgen ketika terjadinya bencana. Ketiadaannya akan menghambat proses evakuasi dan pengiriman bantuan untuk masyarakat terdampak bencana.
Sebagai saudara setanah air, tentu ini adalah problem yang perlu kita temukan solusinya bersama. Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul. Mari membersamai perjuangan masyarakat Konawe dengan membantu pengadaan mobil double cabin untuk pendistribusian bantuan ke daerah terpencil, seperti Kecamatan Latoma, Asinua, dan Kecamatan Routa.
Melalui halaman galang dana ini, #SahabatPeduli semua dapat membantu masyarakat Konawe, dengan cara:
Penulis: Zahra
Editor: Wahyu Noerhadi
Belum ada kabar terbaru