Konflik berkepanjangan di Myanmar terus memaksa ribuan warganya meninggalkan tanah air mereka. Sebagai minoritas Muslim, mereka telah mengalami diskriminasi, kekerasan, dan kehilangan hak-hak dasar seperti kewarganegaraan, akses pendidikan, kesehatan, hingga keselamatan jiwa mereka. Demi mencari perlindungan, mereka menempuh perjalanan laut yang berbahaya, menghadapi ancaman penyelundupan, kelaparan, dan bahkan kehilangan nyawa di tengah lautan.
Sebagian besar dari mereka telah melakukan perjalanan laut dari Myanmar dan Bangladesh untuk mencari perlindungan dan berikhtiar untuk menemukan keluarganya yang telah berpisah sejak awal perjalanan.
Sejak tahun 2023, sebanyak 26 perahu membawa 3.342 pengungsi mendarat di Aceh dan Sumatera Utara. Namun sebagian dari mereka telah meninggalkan Indonesia. Data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menyebutkan sebanyak 2.889 pengungsi masih bertahan di Indonesia hingga Januari 2025 dengan sebagian besar merupakan anak-anak (43%). Mereka tersebar di Kamp Mina Raya dan Kamp Kulee di Kabupaten Pidie, kemudian di Lhokseumawe, Rawang, Langkat, hingga Deli Serdang.
Para pengungsi yang terdampar ini melaporkan bahwa mereka mengalami berbagai tantangan perlindungan dan keamanan di laut. Banyak dari mereka yang mengalami kekerasan berbasis gender, kekerasan fisik, malnutrisi, eksploitasi dan pemerasan.
Salah satu kisah yang menggambarkan penderitaan ini adalah pengalaman Sadeqa Bibi, seorang perempuan 19 tahun dari Myanmar yang kehilangan suaminya akibat kekerasan di Rakhine State. Terpaksa mengungsi bersama anaknya, ia melarikan diri ke Maungdaw. Namun di sana suaminya terbunuh oleh ledakan bom. Dalam ketidakpastian dan kelaparan, ia memutuskan untuk meninggalkan Myanmar demi keselamatan, menempuh perjalanan laut yang berbahaya menuju Bangladesh.
Setelah bertahan di kamp pengungsian Cox’s Bazar tanpa kepastian masa depan, Sadeqa melanjutkan perjalanan ke Indonesia. Di Aceh, ia disambut dengan kebaikan, merasakan keamanan untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Namun, ia berharap lebih dari sekadar bertahan, ia menginginkan kehidupan yang damai, tanpa kekerasan dan kelaparan. Kisahnya adalah seruan bagi dunia untuk peduli kepada para pengungsi yang kehilangan segalanya akibat konflik.
“Kami hanya ingin tempat di mana kami bisa hidup damai. Tidak ada lagi bom, tidak ada lagi rasa lapar. Kami ingin masa depan yang lebih baik untuk keluarga kami,” katanya penuh harap.
Dalam program NU Peduli Kemanusiaan, NU Care-LAZISNU telah sejak lama membersamai masyarakat dalam misi kemanusiaan baik di dalam maupun di luar negeri. Komitmen ini terus berlanjut dengan kepedulian terhadap para pengungsi di Aceh yang membutuhkan uluran tangan kita semua.
Pada Desember 2024, NU Care-LAZISNU bekerja sama dengan UNHCR Indonesia menyalurkan bantuan langsung kepada 170 pengungsi di Kamp Mina Raya, Kabupaten Pidie, Aceh. Bantuan tersebut berupa kebutuhan dasar seperti bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pengungsi.
Di bulan Ramadan ini, NU Care-LAZISNU bersama UNHCR kembali mengajak #SahabatPeduli untuk kembali membantu meringankan beban mereka dengan berbagi:
Mari bersama NU Care-LAZISNU dan UNHCR menyalurkan bantuan berupa Paket Buka dan Sahur serta Paket Perlengkapan Sholat bagi saudara-saudara kita yang sedang berjuang di pengungsian, yakni dengan cara:
Kebutuhan Dana 100.000.000
Dana Terkumpul 250.000
0 Donatur
3 Hari lagi
Konflik berkepanjangan di Myanmar terus memaksa ribuan warganya meninggalkan tanah air mereka. Sebagai minoritas Muslim, mereka telah mengalami diskriminasi, kekerasan, dan kehilangan hak-hak dasar seperti kewarganegaraan, akses pendidikan, kesehatan, hingga keselamatan jiwa mereka. Demi mencari perlindungan, mereka menempuh perjalanan laut yang berbahaya, menghadapi ancaman penyelundupan, kelaparan, dan bahkan kehilangan nyawa di tengah lautan.
Sebagian besar dari mereka telah melakukan perjalanan laut dari Myanmar dan Bangladesh untuk mencari perlindungan dan berikhtiar untuk menemukan keluarganya yang telah berpisah sejak awal perjalanan.
Sejak tahun 2023, sebanyak 26 perahu membawa 3.342 pengungsi mendarat di Aceh dan Sumatera Utara. Namun sebagian dari mereka telah meninggalkan Indonesia. Data United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) menyebutkan sebanyak 2.889 pengungsi masih bertahan di Indonesia hingga Januari 2025 dengan sebagian besar merupakan anak-anak (43%). Mereka tersebar di Kamp Mina Raya dan Kamp Kulee di Kabupaten Pidie, kemudian di Lhokseumawe, Rawang, Langkat, hingga Deli Serdang.
Para pengungsi yang terdampar ini melaporkan bahwa mereka mengalami berbagai tantangan perlindungan dan keamanan di laut. Banyak dari mereka yang mengalami kekerasan berbasis gender, kekerasan fisik, malnutrisi, eksploitasi dan pemerasan.
Salah satu kisah yang menggambarkan penderitaan ini adalah pengalaman Sadeqa Bibi, seorang perempuan 19 tahun dari Myanmar yang kehilangan suaminya akibat kekerasan di Rakhine State. Terpaksa mengungsi bersama anaknya, ia melarikan diri ke Maungdaw. Namun di sana suaminya terbunuh oleh ledakan bom. Dalam ketidakpastian dan kelaparan, ia memutuskan untuk meninggalkan Myanmar demi keselamatan, menempuh perjalanan laut yang berbahaya menuju Bangladesh.
Setelah bertahan di kamp pengungsian Cox’s Bazar tanpa kepastian masa depan, Sadeqa melanjutkan perjalanan ke Indonesia. Di Aceh, ia disambut dengan kebaikan, merasakan keamanan untuk pertama kalinya setelah sekian lama. Namun, ia berharap lebih dari sekadar bertahan, ia menginginkan kehidupan yang damai, tanpa kekerasan dan kelaparan. Kisahnya adalah seruan bagi dunia untuk peduli kepada para pengungsi yang kehilangan segalanya akibat konflik.
“Kami hanya ingin tempat di mana kami bisa hidup damai. Tidak ada lagi bom, tidak ada lagi rasa lapar. Kami ingin masa depan yang lebih baik untuk keluarga kami,” katanya penuh harap.
Dalam program NU Peduli Kemanusiaan, NU Care-LAZISNU telah sejak lama membersamai masyarakat dalam misi kemanusiaan baik di dalam maupun di luar negeri. Komitmen ini terus berlanjut dengan kepedulian terhadap para pengungsi di Aceh yang membutuhkan uluran tangan kita semua.
Pada Desember 2024, NU Care-LAZISNU bekerja sama dengan UNHCR Indonesia menyalurkan bantuan langsung kepada 170 pengungsi di Kamp Mina Raya, Kabupaten Pidie, Aceh. Bantuan tersebut berupa kebutuhan dasar seperti bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari para pengungsi.
Di bulan Ramadan ini, NU Care-LAZISNU bersama UNHCR kembali mengajak #SahabatPeduli untuk kembali membantu meringankan beban mereka dengan berbagi:
Mari bersama NU Care-LAZISNU dan UNHCR menyalurkan bantuan berupa Paket Buka dan Sahur serta Paket Perlengkapan Sholat bagi saudara-saudara kita yang sedang berjuang di pengungsian, yakni dengan cara:
Belum ada kabar terbaru