Nayyara Pryambodo (1), tengah berjuang melawan berbagai penyakit serius. Ia didiagnosa mengidap hidrosefalus, TBC otak dan paru-paru, kemudian infeksi otak, infeksi paru-paru, infeksi hati, infeksi saluran pernapasan, serta pembengkakan jantung di usianya yang masih bayi. Tak hanya itu, Nayyara juga didiagnosa dokter mengalami gizi buruk dan keterlambatan dalam tumbuh kembang.
Sang ibu, Anisa (35) menceritakan awal mula kondisi Nayyara yang mengkhawatirkan, dimulai pada 5 Februari 2024 ketika Nayyara terbangun dari tidurnya dengan wajah yang pucat.
“Bangun tidur, Nayyara muntah-muntah dan tampak pucat. Kami panik, lalu langsung membawanya ke Puskesmas Lubang Buaya Jakarta Timur. Karena kondisinya dinyatakan gawat, akhirnya dirujuk ke RSUD Cipayung, dan di sana diagnosis awal mengalami dehidrasi,” jelas Anisa saat berkunjung ke Kantor LAZISNU di Jalan Dempo Nomor 3, RT 02 RW 07, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
Setelah menjalani perawatan, Nayyara diperbolehkan pulang. Namun, hanya dalam hitungan hari, kondisinya kembali memburuk dan membuat orang tuanya terpaksa membawa Nayyara ke Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita, Jakarta Barat. Di RSAB Harapan Kita, akhirnya dokter menemukan bahwa terdapat penumpukan cairan di otak Nayyara akibat hidrosefalus.
“Sejak saat itu, Nayyara telah mengalami kondisi koma selama 80 jam, menjalani operasi pemasangan selang Vp shunt untuk mengeluarkan cairan dari otaknya, serta melewati 8 fase kritis yang membuat kami berkali-kali hampir kehilangan harapan,” kisah sang ibu sembari terisak.
Kini, Nayyara harus menjalani operasi lain untuk mengangkat gelembung udara di paru-paru yang membuatnya sulit bernapas. Biaya untuk operasi ini mencapai Rp200 juta, dan BPJS tidak menanggung biaya tersebut. Sementara kondisi keuangan keluarga Nayyara serba sulit.
Sang ayah, Nur Pryambodo (40) bekerja sebagai serabutan; kadang memulung, kadang pula menjadi tukang ojek dengan meminjam motor milik tetangganya. Tidak ada pekerjaan yang pasti.
“Setiap hari, kami harus menghadapi tantangan untuk membeli obat-obatan yang tidak ditanggung BPJS, dan juga membeli susu, pampers, serta ongkos untuk kontrol rutin yang harus dilakukan secara berkala,” kata Pryambodo.
Melihat kondisi demikian, NU Care-LAZISNU mengajak #SahabatPeduli untuk turut membantu perjuangan kedua orang tua Nayyara. Setiap uluran tangan yang Anda berikan akan sangat berarti dalam upaya perawatan bagi kesembuhan Nayyara. Mari bantu, dengan cara:
Kebutuhan Dana 250.000.000
Dana Terkumpul 2.150.000
Donatur
120 Hari lagi
Nayyara Pryambodo (1), tengah berjuang melawan berbagai penyakit serius. Ia didiagnosa mengidap hidrosefalus, TBC otak dan paru-paru, kemudian infeksi otak, infeksi paru-paru, infeksi hati, infeksi saluran pernapasan, serta pembengkakan jantung di usianya yang masih bayi. Tak hanya itu, Nayyara juga didiagnosa dokter mengalami gizi buruk dan keterlambatan dalam tumbuh kembang.
Sang ibu, Anisa (35) menceritakan awal mula kondisi Nayyara yang mengkhawatirkan, dimulai pada 5 Februari 2024 ketika Nayyara terbangun dari tidurnya dengan wajah yang pucat.
“Bangun tidur, Nayyara muntah-muntah dan tampak pucat. Kami panik, lalu langsung membawanya ke Puskesmas Lubang Buaya Jakarta Timur. Karena kondisinya dinyatakan gawat, akhirnya dirujuk ke RSUD Cipayung, dan di sana diagnosis awal mengalami dehidrasi,” jelas Anisa saat berkunjung ke Kantor LAZISNU di Jalan Dempo Nomor 3, RT 02 RW 07, Pegangsaan, Menteng, Jakarta Pusat.
Setelah menjalani perawatan, Nayyara diperbolehkan pulang. Namun, hanya dalam hitungan hari, kondisinya kembali memburuk dan membuat orang tuanya terpaksa membawa Nayyara ke Rumah Sakit Anak dan Bersalin (RSAB) Harapan Kita, Jakarta Barat. Di RSAB Harapan Kita, akhirnya dokter menemukan bahwa terdapat penumpukan cairan di otak Nayyara akibat hidrosefalus.
“Sejak saat itu, Nayyara telah mengalami kondisi koma selama 80 jam, menjalani operasi pemasangan selang Vp shunt untuk mengeluarkan cairan dari otaknya, serta melewati 8 fase kritis yang membuat kami berkali-kali hampir kehilangan harapan,” kisah sang ibu sembari terisak.
Kini, Nayyara harus menjalani operasi lain untuk mengangkat gelembung udara di paru-paru yang membuatnya sulit bernapas. Biaya untuk operasi ini mencapai Rp200 juta, dan BPJS tidak menanggung biaya tersebut. Sementara kondisi keuangan keluarga Nayyara serba sulit.
Sang ayah, Nur Pryambodo (40) bekerja sebagai serabutan; kadang memulung, kadang pula menjadi tukang ojek dengan meminjam motor milik tetangganya. Tidak ada pekerjaan yang pasti.
“Setiap hari, kami harus menghadapi tantangan untuk membeli obat-obatan yang tidak ditanggung BPJS, dan juga membeli susu, pampers, serta ongkos untuk kontrol rutin yang harus dilakukan secara berkala,” kata Pryambodo.
Melihat kondisi demikian, NU Care-LAZISNU mengajak #SahabatPeduli untuk turut membantu perjuangan kedua orang tua Nayyara. Setiap uluran tangan yang Anda berikan akan sangat berarti dalam upaya perawatan bagi kesembuhan Nayyara. Mari bantu, dengan cara:
Belum ada kabar terbaru