Kompleks Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran, Sidoarjo. (Foto: NOJ)

Bagikan:  

Sejarah Pesantren Al-Khoziny Buduran, Usianya 1 Abad Lebih

By Kendi Setiawan

30/09/2025

12266 kali dilihat

Sidoarjo, NU Care
Masyarakat dikejutkan dan dibuat prihatin dengan runtuhnya bangunan mushala di kompleks Pondok Pesantren Al Khoziny yang terletak di Jalan KHR. Moh. Abbas I/18, Desa Buduran, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur. Peristiwa tersebut terjadi pada Senin (29/09/2025) sore.

Di tengah duka yang masih menyelimuti, penting untuk menengok kembali jejak sejarah pesantren ini, sebuah lembaga pendidikan Islam yang telah mengabdi selama lebih dari satu abad dan menjadi bagian penting dalam perkembangan keilmuan serta dakwah di Jawa Timur.

Sekretaris NU Care-LAZISNU Jawa Timur, Moch Rofi'i Boenawi, dalam tulisannya di NU Online Jawa Timur mengungkapkan nama Pondok Pesantren Al Khoziny diambil dari nama pendirinya, yaitu KH. Raden Khozin Khoiruddin. Pesantren itu lebih dikenal sebagai Pesantren Buduran, karena terletak di Desa Buduran.

Mengutip naskah jurnal Peranan KH. Abdul Mujib Abbas dalam Mengembangkan Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo 1964–2010, halaman 45, Rofi'i menjelaskan Kiai Khozin Sepuh, demikian masyarakat menyebutnya, merupakan menantu KH. Ya’qub dan pernah menjadi pengasuh Pesantren Siwalanpanji pada periode ketiga.

Tercatat, sejumlah ulama besar pernah menimba ilmu di Pondok Pesantren Siwalanpanji ini, seperti:

  • KH. M. Hasyim Asy’ari (Tebuireng, Jombang)
  • KH. Nasir (Bangkalan)
  • KH. Abd. Wahab Hasbullah (Tambakberas, Jombang)
  • KH. Umar (Jember)
  • KH. Nawawi (pendiri Pesantren Ma'had Arriyadl Ringin Agung, Kediri)
  • KH. Usman Al Ishaqi (Al-Fitrah Kedinding, Surabaya)
  • KH. Abdul Majid (Bata-Bata, Pamekasan),
  • KH. Dimyati (Banten)
  • KH. Ali Mas’ud (Sidoarjo)
  • KH. As’ad Syamsul Arifin (Situbondo),

dan masih banyak lagi yang lainnya.

Menurut beberapa data yang ditemukan Rofi'i di sejumlah artikel atau jurnal penelitian yang menyebutkan bahwa Pesantren Al Khoziny berdiri antara tahun 1926 atau 1927, informasi ini belum dapat dibenarkan sepenuhnya.

"Hal tersebut disampaikan oleh KHR. Abdus Salam Mujib, Pengasuh Pesantren Al Khoziny, dalam acara Haul Masyayikh dan Haflah Rajabiyah ke-80 Pesantren Al Khoziny tahun 2024," lanjut Rofi'i yang juga merupakan alumnus Pondok Pesantren Al Khoziny Buduran Sidoarjo dan Dosen Institut Al Azhar Menganti Gresik.

"Kiai Salam Mujib menyampaikan bahwa pesantren ini sudah ada sekitar tahun 1920," tulis Rofi'i.

Data itu baru diketahui setelah Kiai Salam Mujib menerima rombongan satu bus dari Yogyakarta beberapa tahun lalu.

Menurut cerita tutur yang disampaikan Kiai Salam Mujib, ketua rombongan sowan ke Pesantren Buduran Sidoarjo untuk ngalap berkah, sebab orang tuanya merupakan santri pertama KHR. Moh. Abbas bin KHR. Khozin Khoiruddin di Pesantren Buduran.

Ketua rombongan yang berusia sekitar 70-an tahun ini menceritakan bahwa orang tuanya terakhir nyantri di Pesantren Buduran, setelah sebelumnya mondok di beberapa pesantren di Pulau Jawa, di antaranya Pesantren Buntet dan beberapa pesantren di Jawa Tengah.

Menurut Kiai Salam Mujib, orang tua dari ketua rombongan tersebut nyantri di Buduran selama sekitar lima tahun pada tahun 1920, saat pesantren ini diasuh oleh Kiai Abbas Buduran. Namun, Kiai Salam Mujib menyayangkan bahwa peristiwa itu tidak terdokumentasikan dengan baik.

"Meski demikian, Kiai Salam Mujib, yang juga Rais PCNU Sidoarjo, berkeyakinan bahwa Pesantren Buduran sudah ada sebelum tahun 1920. Hal ini dikarenakan belum jelas apakah pada tahun 1920 orang tua ketua rombongan tersebut masuk pesantren atau telah menyelesaikan masa mondoknya," lanjutnya.

Jika ditarik dari titik tahun 1920, dengan asumsi santri pertama Kiai Abbas (yakni orang tua ketua rombongan dari Yogyakarta) nyantri selama lima tahun, maka Pesantren Buduran sudah ada pada rentang tahun 1915–1920 M.

Jika Pesantren Al Khoziny sudah berdiri ditandai dengan kehadiran santri pertama Kiai Abbas Khozin pada tahun 1920, maka pesantren yang kini diasuh oleh Kiai Salam Mujib sebagai generasi ketiga, sudah berusia lebih dari satu abad, tepatnya 104 tahun.

Untuk meyakini cerita yang disampaikan Kiai Salam Mujib ini, Rofi'i mencoba mengonfirmasi kepada Dr. Wasid Mansyur, M.Fil., penulis buku Biografi KH. Abdul Mujib Abbas: Teladan Pecinta Ilmu yang Konsisten, 2012.

"Dr. Wasid membenarkan apa yang disampaikan oleh Kiai Salam Mujib. Ia juga pernah mendengar cerita tersebut secara langsung dari Kiai Salam Mujib dan dari beberapa alumni sepuh," sebutnya.

Pewarta: Kendi Setiawan
Editor: Wahyu Noerhadi

Bantuan
pesantren
Bantuan
pesantren

Berita Lainnya