Adalah Yanto, salah seorang santri dari Kiai Kholil. Di lingkungan pesantren, tak seorang pun yang tidak tahu level kealimannya. Semua pelajaran dikuasai; membaca kitab, ilmu mantiq hingga hafal belasan juz Al-Qur’an. Kabar ini pun berembus ke sampai ke luar pesantren, ke orang-orang kampung. Bagaimana tidak, remaja berusia belasan tahun itu kadang diminta Kiai Kholil untuk ikut membantunya mengajar.
Dari pepatah 'buah jatuh tidak jauh dari pohonnya', banyak yang penasaran dengan sosok orang tua Yanto. Seakan cuaca mendukung, pihak pesantren memutuskan semua santri dijemput pulang karena ada wabah berbahaya dari luar kota. Momen inilah yang dimanfaatkan orang-orang, terutama Is dan Fanshuri untuk mengenal bapaknya Yanto.
Tiba di hari kepulangan santri, Is dan Fanshuri melihat seorang lelaki paruh baya menjemput Yanto. Padanya pula, Yanto langsung salim kecup dan berbincang. Saat itu, mereka berdua langsung meyakini lelaki itu adalah bapaknya Yanto.
Layaknya mata-mata, kedua orang yang sangat penasaran itu pun terus mengamati. Sebersit ragu timbul, menurut mereka penampilan bapaknya Yanto tidak tercermin seperti orang pintar. Penampilan, yang dalam benak siapapun akan seperti tokoh masyarakat atau kiai.
Namun nyatanya, cara berwudhu yang belum sempurna hingga sholat yang terlalu cepat dan tidak ada tumakninahnya membuat mereka mengerenyitkan dahi. Fanshuri sangat ragu, namun Is masih memikirkan kemungkinan lain bahwa bapaknya Yanto mengetahui banyak cara berwudhu.
Hingga akhirnya, bapak dari santri yang khatam kitab Safinatun Najah itu kedapatan buang air kecil di kebun belakang pondok putra. Hal inilah yang langsung menggoyahkan keyakinan mereka. Mereka tidak menyangka, jika lelaki yang tidak mengerti tentang thaharah ini adalah bapak dari santri paling pintar di pesantrennya Kiai Kholil.
Kebingunan ini pun ditanyakan ke Kiai Kholil. Mereka menceritakan hal tersebut dengan rasa kecewa. Kiai Kholil hanya terkekeh. Beliau menjelaskan bahwa sebetulnya bapaknya Yanto adalah bapak yang pintar. Bapak yang rela kerja banting tulang untuk menyekolahkan anaknya di pesantren. Bapak yang bertanggung jawab untuk menjadikan anaknya pintar ilmu agama. Bapak yang harus ditiru oleh bapak-bapak lainnya.
Dari kisah mengharukan ini, ada banyak yang dapat direnungi dan menjadi cerminan diri. Apa kita juga adalah seseorang yang menilai orang lain dari satu sudut pandang saja? Tentu, jika dilihat dari pandangan ilmu agama, semua akan melihat bapaknya Yanto tidak sepintar anaknya. Namun, jika menggesernya ke sudut pandang lain; cara orang tua mendidik anak, itu adalah keberhasilan seorang bapak.
Selain itu, kita jadi tahu bahwa ilmu dapat mengangkat derajat seseorang. Yanto adalah anak dari lelaki yang tak mengenal ilmu agama, berhasil menjadi santri terpintar di pesantrennya. Perjalanan yang tidak mudah. Namun, buah perjuangannya tak dituai sendiri. Ada keluarga yang turut berbangga. Ada guru yang mendapat amal jariyah berkat ilmunya. Ada teman yang dapat leluasa bertanya tentang materi yang tertinggal.
Bukan itu saja, perjuangan santri tak hanya sebatas menuntut ilmu. Puluhan tahun silam, 22 Oktober 1945, pendiri Nahdlatul Ulama mengeluarkan fatwa untuk berjihad. Di bawah kepemimpinan Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari, kiai dan santi turut andil memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia. Sebagai apresiasi, tanggal 22 Oktober ditetapkan menjadi Peringatan Hari Santri Nasional melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015.
Namun, kini pandemi belum berakhir. Keadaan yang serba sulit ini turut memengaruhi kehidupan para santri. Kebutuhan logistik, perlengkapan mengaji santri serta berbagai kebutuhan para santri di pesantren kadang kali tak dapat terpenuhi.
Sebagai generasi masa depan, di tengah pandemi yang belum berhenti ini, santri harus bangkit; bangkit dari pandemi, dari ekonomi, terus bertumbuh, berdaya, dan berkarya. Untuk itu, mari kita sambut Hari Santri Nasional 2021 bersama NU Care-LAZISNU dan RMI NU dengan berbagi bantuan untuk para santri, khususnya santri yatim dan duafa.
Bantuan yang akan disalurkan antara lain: paket isoman santri, biaya pendidikan, sembako, uang saku, perlengkapan mengaji, dan modal usaha. Mari bersama wujudkan Santri Bangkit: Bertumbuh, Berdaya, dan Berkarya, melalui halaman galang dana nucare.id/program/harisantri
Semoga dengan membersamai perjuangan santri-santri ini, kita mendapat berkah yang tak terputus. Amiin.
Kisah tentang Yanto dan bapaknya diceritakan oleh Gus Baha, yang dikutip dari laman Mojok.co.