Ilustrasi: Freepik/NU Care

Bagikan:  

Zakat Perusahaan, Berikut ini Ketentuan dan Cara Menghitungnya

By Noerhadi

07/12/2023

553 kali dilihat

Zakat korporat atau perusahaan (shina’ah) adalah kewajiban zakat yang dikeluarkan oleh perusahaan atas kekayaan atau aset yang dimiliki. Para ulama meng-qiyaskan zakat perusahaan dengan zakat perdagangan, karena bila dilihat dari aspek legal dan ekonomi (entitas), aktivitas sebuah perusahaan pada umumnya berporos pada kegiatan perdagangan.

Setiap perusahaan di bidang barang maupun jasa dapat menjadi objek wajib zakat karena hukum asal zakat adalah berlaku atas harta niaga yang bisa dikembangkan (al-nama’). Dengan demikian, setiap adanya modal niaga (ra’su al-mal) yang mengalami perputaran untuk tujuan pengembangan, apakah untuk diniagakan lagi secara langsung atau untuk proses produksi dengan tujuan akhir diniagakan, maka berlaku ketentuan wajib zakat baginya ketika telah mencapai haul (1 tahun Hijriah) dan nishab (standar dengan nishab emas dan perak).

Rasulullah Saw memerintahkan para sahabatnya untuk mengeluarkan zakat dari apa yang mereka persiapkan untuk jual beli (‘urudh al-tijarah). Sebuah hadis dari Samurah bin Jundub mengatakan:

   إن رسول الله صلى الله عليه وآله وسلم كان يأمرنا أن نُخرِج الصدقةَ مِن الذي نُعِدُّ للبيع

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memerintahkan kita untuk mengeluarkan zakat dari harta yang disiapkan untuk niaga.” (HR Abu Dawud).

Pertanyaannya: bagaimana cara penghitungan zakat perusahaan ini? Mengutip NU Online, Peneliti Bidang Ekonomi Syariah Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur Ustadz Muhammad Syamsudin menjelaskan bahwa sebuah perusahaan terkadang didirikan melalui modal sendiri, dan kadang pula didirikan dengan modal syirkah alias modal patungan (kolektif). Maka ketentuan dan cara penghitungan zakat perusahaan bila ditinjau dari kepemilikan modalnya pun berbeda.

Perusahaan dengan Modal Pribadi
Jika perusahaan itu berasal dari modal pribadi maka yang harus dicari tahu terlebih dulu adalah, apakah pemiliknya merupakan pihak yang wajib zakat atau tidak. Sebab salah satu syarat wajib zakat adalah bila pemilik perusahaan adalah seorang mukallaf, yang berarti dia harus seorang muslim.

Untuk pemilik yang bukan muslim maka harta yang dikeluarkan oleh perusahaannya tidak bisa disebut sebagai zakat, kendati diatasnamakan sebagai zakat. Terus sebagai apa? Sudah barang tentu masuk dalam rumpun bantuan sosial, pemberian, Corporate Social Responsibility (CSR), dan lain sebagainya. Yang pasti, tidak bisa dikelompokkan sebagai zakat, atau bahkan sedekah, sebab keduanya harus diawali dengan niat ibadah.

Berikutnya adalah menghitung ‘urudh al-tijarah (harta niaga). Maksud dari ‘urudh al-tijarah ini adalah: 

 ولا يصير العرض للتجارة إلا بشرطين أحدهما: أن يملكه بعقد فيه عوض كالبيع والإجارة والنكاح والخلع والثاني: أن ينوي عند العقد أنه تَمَلَّكَه للتجارة

“Tidak dihitung sebagai harta niaga kecuali adanya dua syarat: pertama, jika harta itu dimiliki melalui akad pertukaran dengan wasilah harga, seperti jual beli, nikah, dan khulu’. Kedua, jika harta itu dimiliki dengan niat untuk niaga.” (Abu Ishaq al-Syairazy, al-Madzhab fi al-Fiqhi al-Syafii, Damaskus: Dar al-Fikr, tt., juz 6, h. 48).

Hampir senada, Al-Hajawi al-Hanbali di dalam Al-Iqna’ menjelaskan bahwa syarat harta masuk dalam kategori ‘urudh al-tijarah adalah:  

فشروط زكاة عروض التجارة ثلاثة: أن يكون المال مكتسبًا بمعاوضة، وأن يكون تَمَلُّكُه بغرض بيعه، وأن يكون بيعُه بغرض الربح فيه أو المنفعة التجارية

“Syarat urudh tijarah ada tiga, yaitu (1) jika harta itu diperoleh melalui akad pertukaran, (2) untuk mendapatkan harta itu, ada tujuan untuk menjualnya kembali, dan (3) jika penjualannya disertai tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau manfaat darinya.” (al-Hajawy, al-Iqna’, Kairo: Dar al-Ma’rifah, tt., juz 1, h. 275).  

Jika kita mencermati dua ketentuan di atas, maka harta yang bisa dikategorikan sebagai ‘urudh al-tijarah dalam operasional perusahaan adalah mencakup:  

  1. Semua bahan hasil proses produksi perusahaan yang sudah meliputi barang jadi sehingga penghitungannya meliputi harga jual jadi kepada pihak konsumen.
  2. Semua bahan baku produksi perusahaan yang diniatkan untuk diolah, dan dihitung berdasar hasil harga beli bahan.
  3. Semua laba yang diperoleh oleh perusahaan selama satu tahun proses produksi.
  4. Semua piutang lancar perusahaan yang masuk kategori bisa ditagih dan diharapkan kepastiannya, adalah masuk bagian dari harta yang wajib dizakati. Adapun untuk piutang tidak lancar, maka hal itu dikecualikan dari bagian ‘urudh al-tijarah karena sifat lemahnya kepemilikan. Semua utang perusahaan yang berkaitan dengan proses produksi merupakan yang dihitung sebagai pengurang ‘urudh al-tijarah di muka.

Perusahaan dengan Modal Kolektif
Adapun jika sebuah perusahaan didirikan atas dasar syirkah atau modal bersama, maka yang perlu dilakukan pertama kali adalah mengidentifikasi peserta syirkah tersebut, adakah yang bukan termasuk wajib zakat.

Pertama, bila ternyata ada salah satu peserta syirkah yang bukan wajib zakat, maka penghitungan zakat perusahaan bagi peserta wajib zakat adalah dinilai berdasar nisbah modal/saham yang dimiliki oleh anggota yang wajib zakat. Misalnya, pihak wajib zakat itu mengakuisisi modal 60%, dan total harta produksi perusahaan (‘urudh al-tijarah) mencapai Rp20 miliar, maka besaran zakat yang harus dikeluarkan oleh pihak wajib zakat itu adalah 2,5% dari 60%-nya Rp20 miliar.  

Kedua, adapun bila seluruhnya merupakan pihak wajib zakat, maka cara penghitungannya mengikuti cara penghitungan perusahaan dengan modal mandiri. Alhasil, tidak ada keraguan mengenai penghitungannya.

Ketiga, bagaimana bila perusahaan itu didirikan oleh pihak yang bukan wajib zakat? Dalam hal ini, kembali pada pengertian bahwa zakat itu merupakan ibadah, sehingga pelakunya harus pihak yang wajib zakat. Adapun pihak yang bukan wajib zakat, maka pengeluaran harta darinya, tidak bisa dikategorikan sebagai zakat ataupun sedekah. Kategorinya masuk pada bantuan sosial atau CSR.

Mari bersama kita tunaikan tuntunan agama, dan bagi para pengusaha yang wajib menunaikan zakat perusahaannya bisa disalurkan melalui lembaga zakat NU Care-LAZISNU. Dengan membayar zakat, kita tidak hanya memenuhi kewajiban syariah, tetapi juga turut berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dan, silakan hitung zakat perusahaan Anda dengan menu kalkulator zakat NU Care-LAZISNU di laman ini: nucare.id/ziswaf

Sumber: NU Online

Editor: As’ad Syamsul Abidin/Wahyu Noerhadi

Hukum
Fiqih
Zakat
Pembayaran Zakat
Zakat Perusahaan
Hukum
Fiqih
Zakat
Pembayaran Zakat
Zakat Perusahaan

Berita Lainnya