Ilustrasi: Anak-anak Palestina menerima bantuan NU Care-LAZISNU, November 2023. (Foto: Dok NU Care-LAZISNU)

Bagikan:  

Konsistensi Dukungan Nahdlatul Ulama untuk Perjuangan dan Kemerdekaan Rakyat Palestina (bagian 1)

By Kendi Setiawan

27/11/2023

440 kali dilihat

Hari Solidaritas Palestina yang jatuh pada tanggal 23 November setiap tahunnya, menjadi momentum penting untuk merefleksikan dan menguatkan komitmen internasional terhadap perjuangan rakyat Palestina. Kemerdekaan Palestina telah menjadi isu yang memilukan selama puluhan tahun. Penjajahan Zionis Israel yang menempati secara paksa wilayah Palestina dan terus melancarkan agresi di wilayah Gaza menyisakan derita bagi rakyat Palestina yang telah lama mengalami ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia. 

Dalam konteks ini, Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia, telah menunjukkan konsistensi dalam mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina sejak 80 tahun lalu. NU, yang didirikan pada tahun 1926 oleh Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari, memiliki sejarah panjang dalam memperjuangkan keadilan dan hak asasi manusia bagi rakyat Palestina. 

E. Ervi Siti Zahroh Zidni dalam jurnal penelitian berjudul Analisis Konsistensi Nahdlatul Ulama (NU) Mendorong Kemerdekaan Palestina mengulas sikap konsisten NU dalam mendukung kemerdekaan Palestina sejak masa kepemimpinan Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari hingga saat ini.

Sikap konsisten NU dalam mendukung kemerdekaan Palestina mencerminkan komitmen NU terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan sosial. NU tidak hanya melihat konflik ini sebagai masalah agama, tetapi juga sebagai masalah hak asasi manusia yang harus diatasi.

Terdapat bukti-bukti konsistensi NU dalam mendukung kemerdekaan Palestina yang tertuang dalam berbagai sikap dan bantuan resmi yang dikeluarkan oleh PBNU dari masa ke masa. Tulisan ini dan beberapa bagian berikutnya akan menjelaskan bukti-bukti konsistensi tersebut.

Qunut Nazilah, Pekan Rajabiyah dan Penggalangan Dana
Rais Akbar NU, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari pernah mengeluarkan fatwa yang menyerukan dibacakannya doa Qunut Nazilah sebagai bentuk solidaritas sesama umat muslim atas peristiwa yang terjadi di Palestina. Fatwa tersebut dimuat dalam Majalah Berita Nahdlatoel Oelama (BNO) edisi no. 22, tahun ke-7 (20 Redjeb 1357 H / 15 September 1938 M).

Di sana juga disebutkan bahwa KH Hasyim Asy’ari telah membacakan doa Qunut Nazilah sejak beberapa minggu sebelumnya. Seruan sang Rais Akbar ini pun segera dijalankan oleh hampir seluruh cabang HBNO (Hoofd Bestuur Nahdlatoel Oelama atau saat ini PBNU).  Peristiwa pembacaan doa Qunut Nazilah untuk Palestina ini pun berjalan selama beberapa bulan lamanya. 

Gerakan-gerakan filantropi NU untuk Palestina juga pernah digagas sebagai bentuk kepedulian. NU pernah menggalang dana untuk dikirimkan ke wilayah Palestina dalam rangka membantu para korban. Solidaritas ini dilakukan karena terjadi penyerangan pemuda ekstremis Yahudi kepada penduduk Palestina pada tahun 1938, dua puluh tahun setelah Deklarasi Balfour (1918) ditandatangani.

Tepat pada 12-15 Juli 1938 M/13 Rabiuts Tsani 1357 H pada Muktamar NU ke-13 di Menes, Pandeglang, Banten,  KH Abdul Wahab Chasbullah secara resmi menyampaikan sikap NU atas penderitaan Palestina yang isinya memprotes tindakan Israel serta menggalang solidaritas untuk membela Palestina. 

Ketua Umum PBNU kala itu, KH Mahfudz Siddiq menginstruksikan cabang-cabang NU di seluruh Indonesia agar menjadikan tanggal 27 Rajab sebagai Pekan Rajabiyah. Instruksi itu adalah menggabungkan perayaan lsra’ Mi'raj Nabi Besar Muhammad Saw, peringatan hari lahir NU, dengan solidaritas terhadap perjuangan rakyat Palestina untuk merdeka. 

Pada November 1938, PBNU memerintahkan seluruh cabang mengedarkan celengan iuran derma untuk yatim dan janda di Palestina. Hal itu, dimuat pada Berita Nahdlatoel Oelama No 1 tahun ke-8, edisi 8 Ramadhan 1357 H bertepatan dengan 1 November 1938 M. 

“Seloeroeh tjabang NO telah diperintahkan mendjalankan kepoetoesan ya’ni mengidarkan tjelengan derma goena jatim dan djanda di Falisthina, selama dan di dalam madjelis-madjelis rajabijah di dalam boelan radjab jang baroe laloe ini.” 

Namun sayangnya, pungutan itu mendapat banyak halangan dari pihak yang berwajib (penjajah Belanda) sehingga di beberapa tempat, pungutan itu dilarang sekali, misalnya di Ambulu Jember, tetapi dibolehkan Jember sendiri, Situbondo, Bangkalan, Sumenep, Pasuruan, Bangil dan lain-lain. 
PBNU juga mengeluarkan seruan kepada semua organisasi Islam di Hindia Belanda pada saat itu agar bersikap tegas terhadap apa yang dilakukan orang-orang Yahudi dan bahu-membahu menolong Palestina untuk memerdekakan diri dari kaum Zionis.

Atas aksi solidaritas ini, Kiai Mahfudz ditekan oleh pemerintah Hindia Belanda agar instruksi publik ini dibatalkan. Tapi beliau tetap kukuh dengan pendiriannya. Kiai muda ini menggelorakan semangat empati kepada Palestina dengan menyerukan penggalangan dana untuk disumbangkan kepada rakyat Palestina dan menggemakan pembacaan Qunut Nazilah.

Kedekatan NU dengan Palestina juga terus terjalin lewat korespondensi Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari dengan Haji Amin al-Husaini seorang pensiunan Mufti Besar Baitul Muqaddas di Yerusalem Palestina semenjak 1944-1945. 

Keduanya semakin intens melakukan korespondensi khususnya pada saat akan berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia, sehingga atas kedekatan ini Syeikh Muhammad Amin al-Husaini menjadi orang Palestina yang pertama kali mengakui kemerdekaan Indonesia.

Penulis: Asad Syamsul Abidin
Editor: Kendi Setiawan

PBNU
Palestina
donasi terpercaya untuk Palestina
donasi Palestina 2023
PBNU
Palestina
donasi terpercaya untuk Palestina
donasi Palestina 2023

Berita Lainnya