"Belajar, mengaji, menghafal Al-Qur’an, bangun malam untuk beribadah."
Mungkin inilah gambaran santri yang ada di kepala kita; hanya belajar keagamaan dan memikirkan akhirat saja. Eits, jangan salah, ternyata santri dan ulama memiliki peran besar dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam meraih kemerdekaan.
Menelusur kembali pada masa Agresi Militer Belanda. Masa setelah Indonesia merdeka, lalu Belanda kembali datang dan melancarkan sejumlah serangan. Serangan ini dinamakan Agresi Militer Belanda.
Merespon hal ini, Hadratussyeikh KH Hasyim Asy’ari sebagai pendiri Nahdlatul Ulama mengeluarkan fatwa untuk berjihad pada 22 Oktober 1945. Fatwa jihad tersebut mewajibkan kaum muslimin untuk melawan para penjajah. Siapa pun yang gugur dalam perlawanannya digolongkan sebagai syahid.
Fatwa tersebut mengobarkan semangat juang Kiai Amin, Kiai Bisri Musthofa, para kiai lain dan santri-santrinya. Mereka semua berangkat ke Surabaya untuk bertemu Hadratussyeikh KH Hasyim Asy'ari. Dengan berbekal ilmu kanarugan dan keahlian bela diri, mereka menyusun strategi perang untuk melawan penjajah Belanda.
Tak lama kemudian, ada pasukan Inggris yang akan mendarat di Surabaya. Dengan segera, Kiai Amin menggelar rapat dengan Kiai Abbas Jamil Buntet, Kiai Anshory Plered, Kiai Fathoni, dan beberapa kiai lain. Lahirlah kesepakatan bahwa pesantren harus menjadi bagian dalam perjuangan kemerdekaan.
Menghadang NICA dengan 6.000 pasukan brigade, Kiai Amin turut serta di barisan depan. Hal itu berdampak pada penyerangan kepada pesantren Babakan. Belanda tak hanya menghancurkan bangunan pesantren tersebut, tetapi juga membakar kitab-kitab dan naskah penting.
Perjuangan para kiai dan santri ini tak sia-sia. Mereka berhasil menggagalkan rencana Belanda untuk melumpuhkan pusat pemerintahan Indonesia. Mereka berhasil. Dan Belanda harus menelan kenyataan pahit saat itu. Kenyataan bahwa mereka tak bisa menguasai Indonesia kembali. Kenyataan bahwa kekayaan alam Indonesia tak dapat menumbuhkan perekonomian negaranya yang hancur setelah kalah dalam Perang Dunia II.
Peran santri dalam perjalanan sejarah bangsa ini dimulai dari sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Mengapresiasi keberanian, kerja keras, semangat, keringat, darah, dan segala pengorbanan, 22 Oktober ditetapkan sebagai Hari Santri Nasional oleh Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015.
Kini, saatnya kita sebagai bangsa Indonesia mengingat budi para kiai santri.
Hari-hari di masa pandemi merupakan hari yang berat bagi sebagian mereka. Pandemi yang belum berakhir menjadi satu hambatan yang turut memengaruhi kehidupan para santri. Tidak hanya kebutuhan khusus untuk isoman ketika santri terpapar Covid-19, tetapi juga kebutuhan lainnya seperti logistik, perlengkapan mengaji santri serta berbagai kebutuhan lainnya di pesantren mesti terpenuhi.
Sebagai sesama pejuang untuk negara tercinta ini, mari kita berbagi untuk kesejahteraan mereka. Melalui program Santri Bangkit, NU Care-LAZISNU bersama Shopee menginisiasi berbagai bantuan untuk para santri, khususnya santri yatim dan duafa.
Bantuan yang akan disalurkan antara lain: paket isoman santri, biaya pendidikan, sembako, uang saku, perlengkapan mengaji, dan modal usaha. Mari bersama wujudkan Santri Bangkit: Bertumbuh, Berdaya, dan Berkarya, melalui halaman galang dana nucare.id/harisantri
Sumber: merdeka.com