Bagikan:  

NU Care-LAZISNU dan Kesalehan Sosial di Tengah Pandemi Global

By Admin

15/04/2020

526 kali dilihat

Oleh: Miftahus Surur*

Rabu (15/04/2020) pagi, ketika saya membuka situs web NU Online, saya menemukan satu berita yang begitu memprihatinkan. Dikisahkan di situ seorang penjual bakso keliling yang mengalami penurunan penghasilan karena sepinya pembeli di tengah pandemi global Covid-19 ini.

Nasib itu dialami oleh Joni. Dan dampak ekonomi dari wabah Corona, pastinya menimpa banyak ‘Joni-Joni’ yang lain. Ya, Joni, si abang tukang bakso dan kelompok pedagang/pekerja informal lainnya saat ini tengah ‘menjerit’ karena kesulitan untuk memenuhi kebutuhan ekonominya.

Kita semua mengerti bahwa kelompok terdampak ekonomi dari wabah Covid-19 ini adalah warga yang tidak mampu. Dan, jika merujuk pada data masyarakat muslim di Indonesia, maka yang paling besar jumlahnya adalah Nahdlyin. Ya, warga Nahdlatul Ulama (NU), dengan lebih dari 91,2 juta jiwa, seperti yang disebutkan oleh LSI pada tahun 2013.

Kemudian, jika ditelisik lebih jauh, dari sekian banyak warga NU, mayoritas berada pada posisi yang kurang bahkan tidak mampu. Pun jika terdapat warga NU yang kaya, maka jumlahnya tidaklah banyak. Singkatnya, warga NU ini merupakan kelompok yang cukup rentan terkena dampak dari Covid-19.

NU sendiri memiliki banyak Lembaga dan Badan Otonomi yang fokus pada pemberdayaan masyarakat. Di antaranya, lembaga yang bergerak di bidang pengelolaan dana sosial-keagamaan berupa zakat, infak dan sedekah, yaitu NU Care-LAZISNU.

Lembaga ini dibentuk dari tingkat pusat hingga tingkat cabang (Kabupaten), bahkan sampai di tingkat ranting (Desa) sebagai Unit Pengelola Zakat Infak dan Sedekah (UPZIS) NU, yang bergerak untuk menghimpun, mengelola dan menyalurkan dana ZIS dari masyarakat, yang kemudian dana tersebut disalurkan tidak hanya untuk hal yang sifatnya karitatif atau konsumtif yang sekali habis, melainkan didayagunakan untuk pemberdayaan masyarakat yang produktif.

Keberadaan NU Care-LAZISNU menjadi hal yang harus diperhitungkan secara khusus, mengingat lembaga inilah yang mendapat amanat untuk mensejahterakan sekaligus memberdayakan ekonomi masyarakat.

Dan hal yang patut kita apresiasi yaitu, saat ini lembaga NU Care-LAZISNU di semua tingkatan tengah bergerak dalam rangka meringankan beban masyarakat yang mengalami dampak ekonomi dari wabah Corona.

Di Lampung sendiri, yang pada tahun 2020 ini direncanakan sebagai arena digelarnya Muktamar ke-34 NU, juga tidak kalah. NU Care-LAZISNU Provinsi Lampung pun bergerak dan rutin membagi-bagikan bantuan berupa sembako, APD untuk tenaga medis, dan sejumlah masker kepada masyarakat.

Melalui NU Care-LAZISNU, masyarakat berbondong-bondong saling memberi sekaligus menerima bantuan, menjadi sebuah gerakan sosial yang mandiri; NU Care-LAZISNU menjadi jembatan antara aghniya dan dhuafa.

Yang menarik dari gerakan sosial ini—setidaknya di Lampung—saya lihat karena kuatnya keyakinan keagamaan yang menggerakkan setiap individu atau kelompok untuk aktif membantu yang lain. Dalil dan doktrin agama—yang sahih—mengajarkan “manusia memiliki kewajiban terhadap lain”, “tangan di atas lebih baik daripada di bawah”, dan “jangan pendam hartamu tapi sisihkan untuk yang lain” merupakan sederet postulat yang harus diwujudkan dalam aksi nyata. Dan itulah makna dari kesalehan sosial.

Kita juga perlu memaknai bahwa gerakan membantu yang lemah di tengah pandemi Covid-19 ini, bukan sekadar membagi-bagikan uang atau sembako, dan sudah selesai sampai di situ. Tidak demikian. Akan tetapi ada makna yang lebih penting, yaitu ketika suatu saat kita berada pada posisi yang lemah, ternyata masih dan akan ada tangan yang membantu kita.

Kasih sayang Allah Swt kepada kita tidak mungkin dinalar dengan konsep untung-rugi manusia dalam memberi; melainkan dengan saling peduli dan menebar kasih sayang kepada sesama. Di situlah agama dan kehidupan sosial bertemu pada satu ruang dan waktu yang sama. 

*Warga NU Lampung

Opini
Lampung
Virus Corona
NU Peduli Covid-19
Opini
Lampung
Virus Corona
NU Peduli Covid-19

Berita Lainnya