Bagikan:  

Qurban untuk Mayit, Bolehkah?

By Admin

20/07/2020

4620 kali dilihat

Melaksanakan qurban sendiri hukumnya sunnah mu’akkad ala kifayah. Dalam artian, bagi muslim, baligh, berakal dan mampu dianjurkan untuk menyembelih qurban. Sehingga jika salah satu dari anggota keluarganya telah berqurban, maka qurban itu sudah mencukupi untuk keseluruhan keluarga itu, sehingga bagi keluarga yang lainnya sudah tidak ada tuntutan untuk mengerjakan kesunnahan tersebut. Selain itu, hukum berqurban menjadi wajib jika sudah ditentukan (muayyanah) atau dinadzarkan. Penjelasan ini sesuai keterangan dalam kitab Fathul Qarib. Namun bagaimana hukumnya melaksanakan qurban untuk orang yang sudah meninggal? Semisal saat orang tua dulu tidak sempat, kemudian seorang anak ingin meng-qurbankan.

Para ulama berbeda pendapat (khilaf). Menurut mayoritas Ulama Syafi’iyyah tidak diperbolehkan, karena berqurban merupakan ibadah yang hikum asalnya tidak boleh dilakukan oleh orang lain tanpa ada dalil yang mendasarinya. Keterangan tersebut terdapat di kitab Mauhibah Dzi al-Fadl karya Syaikh Mahfudz at-Turmusi Juz 4 halaman 692, sebagai berikut:

لاَ تَجُوْزُ وَلاَ تَقَعُ التَّضْحِيَّةُ مِنْ شَخْصٍ عَنْ غَيْرِهِ الْحَيِّ ِلأَ نَّهَا عِبَادَةٌ وَاْلأَصْلُ مَنْعُهَا عَنِ الْغَيْرِ إِلاَّ ِلدَلِيْلٍ

Artinya: ”Tidak boleh dan tidak akan berhasil qurban seseorang menggantikan orang lain yang masih hidup, karena qurban adalah ibadah, sedangkan hukum asal adalah tercegah beribadah dari orang lain kecuali dengan dalil".

Di samping itu, ternyata mereka tidak berwasiat, sehingga orang lain tidak dapat berqurban menggantikannya. Mereka membedakan antara berqurban dan shodaqoh, bahwa qurban menyerupai fida’ (penebusan diri), sehingga jika dilakukan oleh orang lain harus terdapat izin dari pihak yang akan dilaksanakan qurbannya, berbeda dengan shodaqoh. Sebagaimana keterangan Syaikh Mahfudz at-Tarmasi dalam halaman berikutnya (693):

وَلاَيُضْحِيْ أَحَدٌ عَنْ مَيّتٍ لَمْ يُوْصِ لِمَا مَرَّ وَفُرِّقَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الصَّدَقَةِ بِأَنَّهَا تُشْبِهُ الْفِدَاءَ عَنِ النَّفْسِ فَتَوَقَّفَتْ عَلَى اْلإِذْنِ بِخِلاَفِ الصَّدَقَةِ وَمِنْ ثَمَّ لاَيَفْعَلُهَا وَارِثٌ وَأَجْنَبِيٌّ عَنِ الْمَيِّتَ وَإِنْ وَجَبَتْ بِخِلاَفِ نَحْوِ حَجٍّ وَزَكَاةٍ وَكِفَارَةٍ ِلأَنَّ هذِهِ لاَ فِدَاءَ فِيْهَا فَأَشْبَهَتِ الْمَدْيُوْنُ وَلاَ كَذلِكَ التَّضْحِيَّةُ

Artinya: “Seseorang tidak boleh berqurban dari mayit yang tidak berwasiat karena alasan yang telah disebutkan. Ia dan shodaqoh dibedakan dengan; bahwa berqurban menyerupai fida’ (penebusan) diri, maka terkait dengan izin, berbeda dengan shodaqoh. Oleh karenanya, ahli waris dan orang lain tidak boleh menggantikannya, walaupun qurban wajib. Berbeda dengan semisal haji, zakat, dan kafarat, karena di dalamnya tidak terdapat unsur fida’. Hal-hal ini menyerupai hutang, sedangkan berqurban tidak.

Lantas bagaimana hukumnya jika ada seseorang yang berqurban, namun tidak sempat melaksanakan niat. Sebagian ulama’ (ar-Rofi’i) membolehkannya, dengan maksud mengedepankan nilai shodaqohnya. Sebagaimana keterangan beliau dalam Hasyiyyah ‘Umairoh juz VI halaman 256:

وَقَالَ الرَّافِعِيُّ : فَيَنْبَغِي أَنْ يَقَعَ لَهُ وَإِنْ لَمْ يُوصِ لِأَنَّهَا ضَرْبٌ مِنْ الصَّدَقَةِ وَحُكِيَ عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ السَّرَّاجِ شَيْخِ الْبُخَارِيِّ أَنَّهُ خَتَمَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَكْثَرَ مِنْ عَشَرَةِ آلَافِ خَتْمَةٍ وَضَحَّى عَنْهُ مِثْلَ ذَلِكَ

Artinya: "Dan ar-Rofi’i berpandapat: 'Seyogyanya berqurban dari mayit berhasil baginya, walaupun ia tidak berwasiat, karena ia termasuk varian shodaqoh. Diceritakan dari Abu Al-Abbas As-Sarroj, guru Al-Bukhori, bahwa sungguh ia menghatamkan Al-Quran bagi Rosulullah SAW lebih dari sepuluh ribu kali dan berqurban baginya dengan sebandingnya'".

Pendapat lain mengenai qurban untuk mayit dijelaskan dalam fatwa nomor 13.884 yang berbunyi sebagai berikut:

الأول: تصح وهو مذهب الجمهور ويصله ثوابها، ويؤيده ما رواه أبو داود والترمذي في سننهما وأحمد  في المسند والبيهقي والحاكم وصححه، أن عليا رضي الله عنه كان يضحي عن النبي صلى الله عليه وسلم بكبشين، وقال: إنه صلى الله عليه وسلم أمره بذلك

Artinya: “Menurut mayoritas ulama (jumhurul ‘ulama) hukumnya sah melaksanakan qurban dan pahalanya sampai kepada mayit tersebut. Keterangan ini dikuatkan dalam keterangan kitab Sunan Abi Daud dan at-Turmudzi, Musnad Imam Ahmad dan Imam Baihaqi serta Imam Hakim menganggap shahih hadis tersebut. Bahwa Ali bin Abi Thalib itu melaksanakan qurban dua kambing kibas dari Rasulullah dan Ali berkata: sesungguhnya Rasulullah memerintahkan hal tersebut. 

Sumber: Tebuireng.Online

Mau qurban aman dan terpercaya? Yuk, tunaikan ibadah qurban melalui NU-Care-LAZISNU

Caranya klik link nucare.id/qurban atau Rekening Qurban (BCA: 068 333 1926 A.n YAY. Lembaga Amil Zakat dan Shodaqoh NU) / Mandiri (123 000 777 1910 An. LAZISNU).
Narahubung: 0813 9800 9800 

Twitter: nucare_lazisnu
Instagram: @nucare_lazisnu
Youtube: NU CARE

Yuk, Qurban Sekarang!

Nusantara Berqurban-Solidaritas Tanpa Batas

Hukum
Idul Adha
Nusantara Berqurban
Hewan Qurban
Qurban
Daging Qurban
Fiqih
QURBAN ONLINE
Hukum
Idul Adha
Nusantara Berqurban
Hewan Qurban
Qurban
Daging Qurban
Fiqih
QURBAN ONLINE

Berita Lainnya