Santri di Pondok Pesantren Al Mubarok Mranggen Demak tampak sedang membereskan sampah. (Foto: NU Care-LAZISNU/Zahra)

Bagikan:  

Kisah Dua Santri Al Mubarok Mranggen Demak dan Pengepul Dapat Untung dari Kelola Sampah

By Noerhadi

07/03/2023

256 kali dilihat

Pelatihan Penggerak dan Santri Pesantren Hijau yang diinisiasi LAZISNU PBNU, RMINU, dan LPBINU serta didukung oleh Bank Mega Syariah digelar di Pondok Pesantren Al Mubarok Mranggen, Demak, Jawa Tengah, pada Ahad (5/03/2023).

Pada pelatihan tersebut dihadirkan dua narasumber yakni, (1) Mahrus Elmawa dari RMINU yang memperkenalkan ‘Perspektif Islam tentang Lingkungan Hidup (Fiqhul Bi’ah)’; (2) Dewi Ambar Sari dari PT Inovasi Waskita Teknologi (Inowastek), dengan materi ‘Penguatan Kapasitas Penggerak Untuk Mewujudkan Pesantren Hijau’ dan ‘Change Makers Action for Sustainability’.

Dewi Ambar Sari memaparkan materi terkait proses pengelolaan sampah dari hulu ke hilir. Dewi menilai Satgas Bank Sampah akan berfungsi untuk memantau progres santri dalam pemilahan sampah.

“Pemilahan sampah tak hanya berfungsi untuk kehijauan saja, namun juga menguntungkan dari sisi ekonomi. Jadi, masyarakat dapat menjaga kebersihan sekaligus mendapatkan uang,” tutur Dewi.

Hal ini dirasakan langsung oleh Iqfi dan Wafiq, dua dari ratusan santri yang dengan kesadaran penuh mengelola sampah di Pesantren setiap harinya. Keduanya bercerita suka duka membersihkan area tempat sampah. Setiap harinya, Pondok Pesantren Al Mubarok memproduksi 13 karung sampah yang kondisinya tercampur antara sampah organik dan non-organik.

Iqfi dan Wafiq berusaha mengumpulkan botol bekas dan kardus untuk dijual, membakar sampah kertas bekas buku belajar dan kitab, serta membakar sampah yang dianggap tidak dapat didaur ulang seperti pembalut, sampah saset, dan sampah organik. Kedua santri yang masih remaja tersebut mengaku belum memiliki bekal pengetahuan yang cukup terkait pengelolaan sampah, sehingga tidak dapat memaksimalkan hasil penjualan sampahnya.

“Hasil penjualan ini, kita bagi rata. Seminggu bisa dapat lebih dari 100 ribu rupiah. Lumayan banget buat kita yang nggak pernah dijenguk orang tua,” seloroh Iqfi, santri jenjang SMA asal Brebes itu.

Lain halnya dengan Wafiq, yang memilih menjadi santri MA di PP Al Mubarok. Ia justru kadang mengeluhkan perihal kebiasaan santriwati yang acapkali tidak membuang sampah di tempat yang disediakan.

“Ya, mereka (santriwati) seringkali melempar sampah dari jauh, karena ngerasa jijik dan kotor jika harus ke sini (tempat pembuangan sampah pondok),” keluh santri asal Kendal itu.

Wafiq berharap dengan adanya pelatihan penggerak Pesantren Hijau itu dapat menumbuhkan rasa kepedulian akan sampah kepada warga pondok.

Kisah lainnya turut diceritakan oleh Adam, yang membantu menjual sampah botol dan kardus yang sudah dipilah oleh Iqfi dan Wafiq. Merantau dari Bekasi ke Demak, dirinya mengaku sangat diuntungkan dengan usaha kecilnya. “Kalau tidak bertemu mereka berdua (Wafiq dan Iqfi), saya paling sudah nggak ada. Waktu itu hampir mau tabrakin diri saja karena nggak tahu lagi harus mencari uang dari mana,” ujar Adam miris, namun disertai gelak tawa.

Ya, walau baru berkenalan delapan bulan dengan dua anak remaja santri Al Mubarok itu, keuntungan dari sampahlah yang menjadi motivasi Adam sebagai pengepul sampah itu untuk tetap hidup dan membiayai keluarganya.

Pewarta: Zahra
Editor: Wahyu Noerhadi

Pelatihan
Santri
Demak
Pesantren Hijau
Ponpes Al Mubarok Mranggen
Pengelolaan Sampah
Pelatihan
Santri
Demak
Pesantren Hijau
Ponpes Al Mubarok Mranggen
Pengelolaan Sampah

Berita Lainnya